09 April 2009

Content

:: Artikel Rohani
1. Memahami Tritunggal Ternyata Mudah
2. Apakah Tuhan Menciptakan Kejahatan?
3. Jalan Ke Sorga
4.
Seni Berpacaran क्रिस्तिअनी

:: Business
>>
Tentang Kami
>> Produk
>> Cara Pembelian
>> Perjanjian Transaksi

Seni Berpacaran Kristiani

Tidak heran bahwa untuk mencapai tujuan yang agung, orang-orang Kristen bergaul dan berpacaran secara berbeda dengan orang-orang non-Kristen.Pacaran bagi orang Kristen ditandai dengan:
1. Proses Peralihan dari “Subjective Love” ke “Objective Love.”
“Subjective love”sebenarnya tidak berbeda daripada manipulative love yaitu “kasih dan pemberian yang diberikan untuk memanipulir orang yang menerima”.Pemberian yang dipaksakan sesuai dengan kemauan dan tugas dari sipemberi dan tidak memperhitungkan akan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh si penerima. Sesuai dengan “sinful nature”nya setiap anak keciltelah belajar mengembangkan “subjective love”. Dan “subjective love”ini tidak dapat menjadi dasar pernikahan. Pacaran adalah saat yangtepat untuk mematikan sinful nature tsb, dan mengubah kecenderungan“subjective love” menjadi “objective love”. Yaitu memberi sesuai dengan apa yang baik yang betul-betul dibutuhkan si penerima.
2. Proses Peralihan dari “Envious Love” ke “Jealous Love.”
“Envious” sering diterjemahkan sama dengan “jealous” yaitu cemburu. Padahal “envious”mempunyai pengertian yang berbeda. “Envious” adalah kecemburuan yang negatif yang ingin mengambil dan merebut apa yang tidak menjadi haknya.
Sedangkan “jealous” adalah kecemburuan yang positif yang menuntut apa yang memang menjadi hak dan miliknya. Tidak heran, kalau Alkitab sering menyaksikan Allah sebagai Allah yang “jealous”, yang cemburu (misal:20:5). Israel milik-Nya umat tebusan-Nya. Kalau Israel menyembah berhala atau lebih mempercayai bangsa-bangsa kafir sebagai pelindungnya, Allah cemburu dan akan merebut Israel kembali kepada-Nya.
Begitu pula dengan pergaulan pemuda-pemudi. Pacaran muda-mudi Kristen harus ditandai dengan “jealous love”. Mereka tidak boleh menuntut “sesuatu” yang bukan atau belum menjadi haknya (seperti: hubungan seksuil, wewenang mengatur kehidupannya, dsb). Tetapi mereka harus menuntut apa yang memang menjadi haknya, seperti kesempatan untuk dialog, pelayanan ibadah padaAllah dalam Tuhan Yesus, dsb.
3. Proses Peralihan dari “Romantic Love” ke “Real Love.”
“Romantic love”Adalah kasih yang tidak realistis, kasih dalam alam mimpi yang didasarkan pada pengertian yang keliru bahwa “kehidupan ini manis semata-mata”. Muda-mudi yang berpacaran biasanya terjerat pada “romantic love”. Mereka semata-mata menikmati hidup sepuas-puasnya tanpa coba mempertanyakan realitanya, misal:
+Apakah kata-kata dan janji-janjinya dapat dipercaya?
+Apakah dia memang orang yang begitu sabar, “caring”, penuh tanggung jawab seperti yang selama ini ditampilkan?
+Apakah realita hidup akan seperti ini terus (penuh cumbu-rayu, rekreasi, jalan-jalan, cari hiburan)?
Pacaran adalah persiapan pernikahan, oleh karena itu pacaran Kristen tidak mengenal“dimabuk cinta”. Pacaran Kristen boleh dinikmati tetapi harus berpegang pada hal-hal yang realistis.4. Proses Peralihan dari “Activity Center” ke “Dialog Center.”
Pacaran dari orang-orang non-Kristen hampir selalu “activity- center”. Isi dan pusat dari pacaran tidak lain daripada aktivitas (nonton, jalan-jalan, duduk berdampingan, cari tempat rekreasi, dsb.), sehingga pacaran 10 tahun pun tetap merupakan 2 pribadi yang saling tidak mengenal. Sedangkan pacaran orang-orang Kristen berbeda. Sekali lagi orang-orang Kristen juga boleh berekreasi dsb, tetapi “center”nya (isi dan pusatnya) bukan pada rekreasi itu sendiri, tapi pada dialog yaitu interaksi antara dua pribadi secara utuh (Martin Buber, “I and Thou”, by Walter Kauffmann,Charles Scribner’s Sons, NY: 1970), sehingga hasilnya suatu pengenalan yang benar dan mendalam.5. Proses Peralihan dari “Sexual Oriented” ke “Personal Oriented.”
Pacaran orang Kristen bukanlah saat untuk melatih dan melampiaskan kebutuhan seksuil. Orientasi dari kedua insan tsb, bukanlah pada hal-hal seksuil, tapisekali lagi (seperti telah disebutkan dalam no. 4) pada pengenalan pribadi yang mendalam.
Jadi, masa pacaran tidak lain daripada masa persiapan pernikahan. Oleh karena itupengenalan pribadi yang mendalam adalah “keharusan”. Melalui dialog, kita akan mengenal beberapa hal yang sangat primer sebagai dasar pertimbangan apakah pacaran akan diteruskan atau putus sampai disini.
Beberapa hal yang primer tsb, antara lain:
a. Imannya.
Apakah sebagai orang Kristen dia betul-betul sudah dilahirkan kembali (Yoh 3:3), mempunyai rasa takut akan Tuhan (Amsal 1:7) lebih daripada ketakutannya pada manusia, sehingga di tempat - tempat yang tersembunyi dari mata manusia sekalipun ia tetap takut berbuat dosa. Apakah ia mempunyai kehausan akan kebenaran Allah dan menjunjung tinggi hal-hal rohani?
b. Kematangan Pribadinya.
Apakah ia dapat menyelesaikan konflik-konflik dalam hidupnya dengan cara yang baik?
Dapat bergaul dan menghormati orang-orang tua? Apakah ia menghargaipendapat orang lain?
c. Temperamennya.
Apakah ia dapat menerima dan memberi kasih secara sehat? Dapat menempatkan diri dalam lingkungan yang baru bahkan sanggup membina komunikasi dengan mereka?
Apakah emosinya cukup stabil?d. Tanggung-jawabnya.
Apakah dia secara konsisten dapat menunjukkan tanggung-jawabnya, baik dalam studi, pekerjaan, uang, seks, dsb.?
Kegagalan dialog akan menutup kemungkinan mengenali hal-hal yang primer di atas. Dan pacaran 10 tahun sekalipun belum mempersiapkan mereka memasuki phase pernikahan.
Kegagalan dalam dialog biasanya ditandai dengan pemikiran- pemikiran:
1.Saya takut bertengkar dengan dia, takut menanyakan hal-hal yang dia tidak sukai.
2.Setiap kali bertemu kami selalu mencari acara keluar … atau kami ingin selalu bercumbuan saja.
3.Saya rasa “dia akan meninggalkan saya” kalau saya menuntut kebenaran yang saya yakini. Saya takut ditinggalkan.
4. Saya tidak keberatan atas kebiasaannya, wataknya bahkan jalan pikirannya asalkan dia tetap mencintai saya, dsb.
Semoga bermanfaat

<< Kembali [Home]

Memahami Tritunggal Ternyata Mudah

Ada banyak orang yang merasa sulit memahami konsep tentang Tritunggal, sementara itu ada beberapa orang yang merasa paham tentang Tritunggal, ternyata sulit menjelaskan. Masalahnya adalah apakah konsep Tritunggal itu memang sulit dipahami? Berikut kajian tentang Tritunggal.
Beberapa hal yang membuat konsep Tritunggal sulit dipahami adalah:
Memahami pengertian satu sebagai satu yang absolut tunggal (satu adalah satu)
Sudah memiliki pemahaman anti konsep Tritunggal
Tidak mau ambil pusing masalah doktrin agama
Kurangnya pengajaran akan konsep Tritunggal yang benar.
Sebenarnya, jika seseorang mau memahami doktrin Tritunggal mereka harus juga mau membaca Alkitab dengan teliti dan cermat. Beberapa pertanyaan tentang Tritunggal pasti akan terjawab melalui membaca Alkitab.
Ayat-ayat berikut akan menjawab pertanyaan tentang Tritunggal:
Apakah Surga kosong karena Allah menjadi manusia?
Jelas tidak dalam Matius 3:15-17 menjelaskan tentang konsep Tritunggal; Yesus selesai dibaptis dan ada Roh Kudus yang menyerupai burung merpati dan ada suara Bapa dari Surga. Jadi, jelas Surga tidak kosong karena Tuhan menjadi manusia di dunia.
Ajaran Tritunggal bukan berasal dari Alkitab?
Dari ayat di atas jelas konsep Tritunggal itu berasal dari ajaran Alkitab. Di dalam Allah yang Esa itu terdapat tiga pribadi yang setara dan kekal yaitu BAPA, ANAK, dan ROH KUDUS. Itulah rahasia terbesar yang dapat diketahui manusia tentang Diri Allah. Rahasia ini dapat kita ketahui oleh karena Allah sendiri yang menyatakannya dalam Alkitab dan bukan hasil pemikiran manusia. Ditambah lagi dengan Matius 28:19-20 (... dan babtislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”) sebagai syarat pembaptisan. I Petrus 1:2 sebagai salam Berkat Pembuka dalam surat Rasul Petrus. II Korintus 13:13 sebagai salam Berkat Penutup dalam surat Rasul Paulus.
Satu tidak mungkin menjadi Tiga?
Orang Kristen memang menyembah Allah yang Esa jelas tertulis dalam Alkitab (Ulangan 6:4, I Timotius 2:5, dan Yesaya 44:6). Tetapi bukan berarti satu tidak mungkin jadi tiga karena sebagaimana kita tahu satu tidak absolut tunggal. Satu bisa juga berarti jamak seperti air, udara, api, awan, angin, dsb. Bisakah kita menyebutnya satu air atau satu angin karena pada kenyataannya air atau angin itu satu tetapi jamak (banyak). Demikian juga dengan Allah yang adalah Roh, Roh itu seperti angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan. Allah menyatakan dirinya kepada kita sebagai satu yang jamak. Jadi, tidak perlu heran atau pusing kalau Allah menyatakan dirinya dalam konsep Tritunggal, atau konsep satu yang jamak.
Apakah Tuhan bisa mati?
Tuhan tentu saja tidak bisa mati. Perlu diingat Yesus adalah Tuhan yang menjadi manusia sejati. Artinya ia merasa lapar, haus, tumbuh dari bayi sampai menjadi orang dewasa. Sebagai manusia jelas Yesus bisa mati, tetapi sebagai Tuhan tentu saja Ia tidak bisa mati. Karena itu, Yesus bangkit dari kematian karena memang Tuhan tidak mungkin mati yang mati adalah diriNya sebagai manusia.
So, dari penjelasan ini semoga dapat membantu Saudara untuk memahami konsep Tritunggal dengan lebih mudah dan jelas. Ingatlah doktrin ini ada bukan karena pemikiran manusia tetapi karena Tuhan mau kita mengenal siapa diriNya sesungguhnya. Jadi, jangan buat yang mudah jadi sulit karena kita mau mencoba mengkonsep Tuhan menurut maunya kita sendiri. Tuhan memberkati. (rik)
Sumber: jawaban.com - Ricky Harlim - CBNI

<< Kembali [Home]

03 April 2009

Apakah Tuhan Menciptakan Kejahatan?

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?
Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”.
Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi.
Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Kekristenan itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?
Tentu saja,” jawab si Profesor Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?
Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu - 46 0F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.
Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?
Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.
Profesor itu pun terdiam.

Refleksi: Ada kalanya kita hanya melihat dengan mata pikiran kita, padahal tidak semuanya bisa dimengerti bila kita hanya mengandalkan ego dan rasio kita semata. Mata iman rohanilah yang akan membawa kita untuk mengerti setiap rahasia kebesaran dan maha kasih TUHAN.
God bless...

<< Kembali [Home]